Sabtu, 27 Mei 2017

Tafsir Al-Kasysyaf Karya Az-Zamakhsyari


TAFSIR AL-KASYSYAF KARYA AZ-ZAMAKHSYARI
oleh: Chanifatur Rofiah

Latar Belakang
 

AtTafsir berasal dari akar kata fasara yang artinya ; menjelaskan dan menyingkap yang tertutup. Sedangkan tafsir menurut istilah, seperti yang diungkapkan oleh AzZarkasyi ; "Tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitabullah yang diturunkan kepada Muhammad SAW, menjelaskan maknamaknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya." Tafsir adalah ilmu keagamaan yang paling agung dan paling tinggi kedudukannya. bagaimana tidak, ia merupakan ilmu yang paling mulia obyek bahasannya dan paling mulia tujuannya. Obyek pembahasannya adalah Kalamullah yang adalah sumber segala kebaikan, hikmah dan keutamaan. Tujuan utamanya sangat mulia yaitu mengungkap makna, mengurai dan menjabarkan serta menjelaskan tentang syariat. Kegiatan ilmu tafsir yakni merenungkan kalam Ilahi dan menarik keluar hikmahhikmah, makna-maknanya baik yang tampak dipermukaan maupun yang tersembunyi di kedalaman.[1]  


Kecenderungan para mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran terkadang difokuskan pada tafsiran ayat-ayat tertentu. Berdasarkan berbagai fokus tafsiran yang dilakukan oleh para mufasir tafsir telah berkembang berbagai corak, salah satunya adalah tafsir lughowi. Yang mana ilmu bahasa merupakan syarat utama bagi seorang mufassir. Adapun salah satu tafsir yang bercorak lughowi adalah Tafsir al-Kasysyaf yang ditulis oleh az-Zamakhsyari. Adapun penjabaran tentang tafsir tersebut akan dijelaskan dalam pembahasan makalah ini.
 
Biografi az-Zamakhsyari
 Nama aslinya adalah Abu al-Qasim Jarullah Mahmud ibn Umar Az-Zamakhsyari al-Khawarizmi. Tokoh tafsir mu’tazilah ini dilahirkan tanggal 27 Rajab 467 H/8 Maret 1075 M di Zamakhsyar, sebuah desa di Khawarizm (Turkistan).[1] Pada masa kelahirannya yang memegang kekuasaan adalah Sultan Jalal Ad-Dunya ad-Din Abu al-Fath Malik Syah dan sebagai Wazirnya diangkatlah Nizam al-Muluk. Usaha pengembangan ilmu pada masa ini sangat digalakkan dan dibuka lebar. Sehingga Malik Syah dikenal oleh masyarakat.[2] 
 
Beliau lahir dan berkembang di tengah-tengah lingkungan keluarga yang berilmu dan taat beribadah. Sejak memasuki usia sekolah, az-Zamakhsyari sudah menyenangi ilmu-ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Ayahnya adalah seorang imam masjid di desa Zamakhsyar. Bisa dikatakan bahwa Zamakhsyari berasal dari keluarga miskin. Namun dibalik kemiskinannya itu tercipta suasana agamis dan patuh menjalankan agama. Walaupun ayahnya seorang yang miskin dan tidak banyak harta, tetapi ia adalah seorang yang alim dan mempunyai sifat wara’ dan zuhud.[3] 
 
Setelah ia menamatkan pendidikan dasar, ia meninggalkan desanya untuk menuntut imu ke Bukhara. Pada masa itu, Bukhara terkenal sebagai pusat pendidikan terkemuka dibawah dinasti Samanid pada waktu itu. Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan aktivitasnya dalam berkarya yang ditulisnya, mendorong untuk selalu berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah  yang lain. sehingga menyebabkan ia membujang seumur hidupnya. 
 
Kemudian kembali ke kota kelahirannya disebabkan karena ayahnya wafat. Dikalangan ulama, ia terkenal sebagai orang yang sangat luas ilmunya dan ahli dalam berdiskusi.[4] Zamakhsyari adalah seorang ahli bahasa dan sastra Arab. Sejak kecil sudah tertanam dalam dirinya rasa cinta terhadap bangsa dan bahasa Arab serta ilmu pengetahuan. Bukti kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan diwujudkannya dengan mencari dan menuntut ilmu kepada para guru dan syeh. Ia tidak hanya berguru langsung kepada para ulama yang hidup semasa dengannya, tetapi juga menimba ilmu dengan menelaah dan membaca berbagai buku yang ditulis oleh para ulama sebelumnya. 
 
Selain kepada ayahnya sendiri, ia juga telah berguru di bidang ilmu sastra (philology), Zamakhsyari berguru kepada Abu Hasan ibn al-Muzhaffar al-Naishabury. Di bidang hadits ia menimba ilmu kepada Abu Mansyur Nashr al-Harisi, Abu Sa’ad al-Syaqafi dan Abu al-Khathab ibn Abu Bathr al-Bakhara.[5] Pada tahun 512 H al-Zamakhsyari menderita sakit keras yang menyebabkannya hampir melupakan segala yang diidam-idamkannya selama ini. Setelah sembuh, ia melanjutkan perjalanan ke Baghdad. Lalu ia menuju ke Baitul Haram, di Makkah selama dua tahun. Kemudian pulang kembali ke Zamakhsyar. Pada tahun 526 H ia kembali ke Makkah dan menetap selama tiga tahun. Di kota inilah ia menulis karya tafsirnya al-Kasysyaf, yang merupakan karya monumentalnya. Tanpa ragu-ragu ia memberi makna suatu kata dalam al-Quran dengan makna yang disepakati dalam praktek kebahasaan di kalangan masyarakat Arab. Demikianlah dalam usia yang relatif tua, ia melahirkan hasil dari kajian-kajian panjang yang ditekuni pada masa mudanya. 
 
Pada tahun 538 H/1144 M pada malam Arafah, Zamakhsyari meninggal dunia di desa Jurjaniyah, wilayah Khawarizm, sekembalinya dari Makkah.[6]
 
Tafsir al-Kasysyaf 
 
a.      Latar belakang penulisan
Tafsir yang berjudul al-Kasysyaf Al-Kashshaaf 'an Haqa'iq at-Tanzil ini mulai ditulis oleh az-Zamakhsyari ketika ia berada di Makkah pada tahun 526 H dan selesai pada hari Senin, 23 Rabi’ul Akhir 528 H. Alasannya menulis tafsir ini adalah karena adanya permintaan yang menamakan diri mereka sebagai Fi’ah an-Najiyah al-‘Adiyah. Kelompok ini adalah kelompok mu’tazilah.
Dia mendiktekan kepada orang-orang yang meminta tersebut mengenai  fawatuh as-suwar dan beberapa pembahasan tentang hakikat-hakikat surat al-Baqarah. Ternyata penafsirannya mendapatkan sambutan hangat dari berbagai negeri. Dalam perjalanannya yang kedua ke Makkah, banyak tokoh yang menjumpainya menyatakan keinginannya untuk mendapatkan karyanya tersebut. Bahkan setelah tiba di Makkah, ia diberi tahu bahwa pemimpin pemerintahan Makkah, Ibn Wahhas bermaksud mengunjunginya di Khawarizm untuk memperoleh kitab tafsirnya itu. Melihat respond tersebut, Zamakhsyari menjadi bersemangat untuk memulai menulis tafsirnya, meskipun dalam bentuk yang lebih ringkas dari yang ia diktekan sebelumnya.
Penafsiran yang ditempuh Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya sangat menarik karena uraiannya singkat tapi jelas sehingga para ulama Mu’tazilah mengusulkan agar tafsir dapat dipresentasikan para ulama Mu’tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan sengan corak i’tizali, dan hasilnya adalah tafsir al-Kasysyaf yang sekarang ini.[1]
b.      Corak dan metode tafsir al-Kasysyaf
Tafsir al-Kasysyaf disusun dengan tartib mushafi yaitu berdasarkan urutan ayat dan surat dalam Mushaf Usmani, yang terdiri dari 30 juz dan 114 surat, dimulai dari al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. Setiap surat diawali dengan basmalah kecuali surat at-Taubah.
Dalam menafsirkan Quran, Zamakhsyari lebih dahulu menuliskan ayat Quran yang hendak ditafsirkan, kemudian memulai penafsirannya dengan mengemukakan pemikiran rasional yang didukung dengan dalil-dalil dari riwayat atau ayat Quran, baik yang berhubungan dengan asbabun nuzul suatu ayat atau dalam hal penafsiran ayat. Meskipun begitu, ia tak terikat oleh riwayat dalam penafsirannya. Kalau ada riwayat yang mendukung penafsirannya maka ia akan mengambilnya, jika tidak ada ia akan tetap melakukan penafsiran.
Metode yang digunakan Zamakhsyari adalah metode tahlili. Seorang mufassir menafsirkan al-Quran sesuai dengan tertib susunan al-Quran mushaf usmani, menafsirkan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal surat al-Fatihah sampai akhir surat an-Nas. Ia menafsirkan kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti kata yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur i’jaz, balaghah dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diistinbatkan dari ayat yaitu hukum fiqih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, akidah atau tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, hakikat, majaz, kinayah, serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya. Penafsir juga merujuk pada sebab-sebab turun ayat, hadits Rasulullah saw, dan riwayat dari para sahabat dan tabi’in.
Zamakhsyari dalam menghasilkan karya tafsirnya menggunakan kitab-kitab dalam berbagai bidang ilmu sebagai rujukan. Berikut adalah kitab-kitab yang digunakan Zamakhsyari, yaitu:
a.    Sumber tafsir
1.        Tafsir Mujahid
2.        Tafsir ‘Amr ibn As ibn ‘Ubaid al-Mu’tazili
3.        Tafsir Abi Bakr al-Mu’tazili
4.        Tafsir al-Zajjaz
5.        Tafsir ar-Rumani
6.        Tafsir ‘Ali ibn Abi Thalib dan Ja’far as-Shiddiq
7.        Tafsir dari kelompok Jabariyah dan Khawarij
b.    Sumber hadits
Zamakhsyari dalam melakukan penafsiran mengambil dari berbagai macam hadits, tetapi yang disebutkan secara jelas hanya Shahih Muslim saja. Ia biasanya menggunakan istilah al-hadits.
c.    Sumber qira’at
1.        Mushaf ‘Abdullah ibn Mas’ud
2.        Mushaf Haris ibn Suwaid
3.        Mushaf Ubay bin Ka’ab
4.        Mushaf ulama Syam dan Hijaz
d.   Sumber bahasa dan tata bahasa
1.        Kitab an-Nahwi karya Sibawaihi
2.        Islah al-Mantiq karya Ibn al-Sukait
3.        Al-Kamil karya al-Mubarrad
4.        Al-Mutammim karya Abdullah ibn Dusturiyah
5.        Al-Hujjah karya Abi ‘Ali al-Farisi
6.        Al-Halabiyyat karya Abi ‘Ali al-Farisi
7.        Al-Tamam karya Ibn al-Jinni
8.        Al-Muhtasib karya Ibn al-Jinni
9.        At-Tibyan karya Abi al-Fath al-Hamdani
e.    Sumber sastra
1.        Al-Hayaran karya al-Jahiz
2.        Hamasah karya Abi Tamam
3.        Istagfir dan istagfir karya Abu al-‘Abd al-Mu’arri.[2]
 
Kesimpulan
Nama aslinya adalah Abu al-Qasim Jarullah Mahmud ibn Umar Az-Zamakhsyari al-Khawarizmi. Tokoh tafsir mu’tazilah ini dilahirkan tanggal 27 Rajab 467 H/8 Maret 1075 M di Zamakhsyar, sebuah desa di Khawarizm (Turkistan). Tafsir yang berjudul al-Kasysyaf Al-Kashshaaf 'an Haqa'iq at-Tanzil ini mulai ditulis oleh az-Zamakhsyari ketika ia berada di Makkah pada tahun 526 H dan selesai pada hari Senin, 23 Rabi’ul Akhir 528 H. Alasannya menulis tafsir ini adalah karena adanya permintaan yang menamakan diri mereka sebagai Fi’ah an-Najiyah al-‘Adiyah. Karya tafsirnya al-Kasysyaf yang merupakan karya monumentalnya. Tanpa ragu-ragu ia memberi makna suatu kata dalam al-Quran dengan makna yang disepakati dalam praktek kebahasaan di kalangan masyarakat Arab. Demikianlah dalam usia yang relatif tua, ia melahirkan hasil dari kajian-kajian panjang yang ditekuni pada masa mudanya.

[1] http://eprints.walisongo.ac.id/275/4/74211039_Bab3.pdf
[2] Ibid.


[1] Yunahar Ilyas, Feminisme Dalam Kajian Tafsir Al-Quran Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hlm: 29
[2] Mukti Ali dkk, Ensiklopedi Islam Jilid III,  Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, hlm: 1323
[3] Said Agil Husin al-Munawar, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005, hlm: 103
[4] Ali Hasan al-Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Bandung: Raja Grafindo Persada, 1994, hlm: 28-29
[5] Yunahar Ilyas, Feminisme Dalam... hlm: 30
[6] A Rofiq, Studi Kitab Tafsir, Yogyakarta: Teras, hlm: 47

[1] Modul Pesantren Virtual, Ulumul Quran, Jakarta: Asia Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAFSIR LUGHAWY

TAFSIR LUGHAWY Oleh: KM. Abdul Gaffar, S.Th.I BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Al-Qur’an al-karim merupakan hidangan ila...