Sabtu, 27 Mei 2017

QS. Al Baqarah ayat 172-173


MAKANAN DAN MINUMAN
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Tafsir (Ahkam)
Dosen Pengampu : Abdul Karim, SS., M.Ag



Disusun oleh :
1.      Fatihatun Nadhifah                 1530110014
2.      Chanifatur Rofiah                   1530110022
3.      Dina Murdiani                         1530110027

 
 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN ILMU QUR’AN TAFSIR
TAHUN AKADEMIK 2016/2017







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Makanan atau tha’am dalam bahasa Al Quran adalah segala sesuatu yang dimakan atau dicicipi. karena itu “minuman” pun termasuk dalam pengertian tha’am. Kata tha’am dalam berbagai bentuknya dan terulang dalam Al Quran sebanyak 48 kali yang antara lain berbicara tentang ibadah aspek berkaitan tentang makanan perhatian Al Quran terhadap makan sedemikian besar, sampai-sampai menurut pakar tafsir Ibrahim bin Umar al-Biqa’i, “ Telah menjadi  kebiasaan Alloh dalam Al Quran bahwa Dia menyebut diri-Nya sebagai Yang Maha Esa, serta membuktikan hal tersebut melalui uraian tentang ciptaan-Nya, kemudian memerintahkan untuk makan (atau menyebut makanan)”.
Tak dapat di sangkal bahwa makanan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan kesehatan jasmani manusia.persoalan yang akan di ketengahkan di sini adalah pengaruh terhadap jiwa manusia. Seorang ulama besar bernama Al Harali berpendapat bahwa jenis makanan dan minuman dapat mempengaruhi jiwa dan sifat sifat mental pemakannya,selain itu ulama ini juga menyimpulkan pendapatnya tersebut dengan menganilis kata rijs yang di sebutkan al quran sebagai alasan untuk mengharamkan makanan tertentu, seperti keharaman minuman keras, bangkai, darah, dan daging babi.
Jika demikian terlihat bahwa makanan memiliki pengaruh yang besar bukan saja terhadap jasmani manusia tetapi juga jiwa dan perasaan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja ayat Al Quran yang berkaitan dengan makanan dan minuman?
2.      Bagaimana makna mufrodat yang berada dalam Al Quran yang berkaitan dengan makanan dan minuman?
3.      Bagaimana makna global ayat Al Quran yang berkaitan dengan makanan dan minuman?
4.      Bagaimana asbabun nuzul Al Quran yang berkaitan dengan ayat tersebut?
Bagaiman kandungan hukum dalam ayat tersebut?



BAB II
PEMBAHASAN

Seperti yang disinggung di atas, teramat banyak untuk disebutkan satu persatu ayat yang bertalian dengan halal, haram dan syubhat namun yang akan dibahas dalam makalah ini terbatas pada beberapa ayat saja, yaitu:
A.    Al-Baqarah (2) ayat 172-173

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (۱٧۲) إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (۱٧۳)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman makanlah dari rizki-rizki yang baik yang diberikan kepada kalian dan bersyukurlah kepada Allah jika memang benar-benar hanya kepada-Nya kalian beribadah. Hanya saja Allah mengharamkan kepada kalian bangkai darah, daging babi, dan sembelihan yang ketika disembelihnya disebut bagi selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa padahal dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, tidak menjadi dosa baginya. Sesungguhnya Allah maha mengampuni lagi maha penyayang.  (QS. Al-Baqarah/2: 172-173).[1]
1.    Makna Mufrodat
طَيِّبَاتٍ: Kata thayyibat merupakan jamak dari thayyibah. Kata dasarnya adalah thaba, yang secara harfiah diartikan kepada “baik.” Al-Isfihani mengatakan, “Pada dasarnya kata thayyiban bermakna sesuatu yang dirasakan lezat oleh indra dan jiwa”. Akan tetapi makanan yang baik (ath-tha’am ath-thayyib) menurut syara’ berarti sesuatu yang boleh dimakan, baik dari zat, ukuran, maupun tempat.[2]
الدَّمَ: (dan darah) yang mengalir. Hati dan limpa dikecualikan oleh ‘urf (adat kebiasaan), maka keduanaya halal
لَحْمَ: (daging babi) Ijma’ telah menetapkan bahwa babi haram karena ainnya (barang itu sendiri), maka seluruh bagian-bagiannya pun diharamkan.[3]
2.    Makna Global
Dalam ayat 172 Allah memerintahkan umat manusia yang beriman untuk memakan makanan yang  mengandung dua faidah: pertama supaya manusia makan berdasarkan perintah bukan tabi’at, sebab manusia itu berbeda dari binatang. Kedua supaya mereka memperoleh pahala dengan melaksanakan perintah makan tersebut.[4]
Dalam ayat 173 ditampilkan untuk melarang manusia mengahalalkan apa-apa yang telah diharamkan Allah. Dahulu mereka menghalalkan perkara-perkara ini, maka mereka berarti memakan bangkai dan mereka berkata: “Makanlah daging binatang yang kalian sembelih dan janganlah kalian makan daging binatang yang disembelih dengan menyebut nama Allah”. Demikianlah maka mereka memakan darah, daging babi, dan binatang yang disembelih dengan menyebut nama berhala. Kemudian diterangkan bahwa Allah mengharamkan yang demikian itu. Yang dimaksut oleh ayat ini adalah hanya mengharamkan apa-apa yang telah mereka halalkan, bukan secara mutlak.[5]

3.    Asbabun Nuzul
Penjelasan tentang makanan-makanan yang diharamkan tersebut dikemukakan dalam konteks masayarakat jahiliyah, baik di Mekkah maupun di Madinah yang memakannya. Mereka misalnya membolehkan memakan binatang yang mati tanpa disembelih dengan alasan bahwa yang disembelih atau dicabut nyawanya oleh manusia halal, maka haram yang dicabut sendiri oleh Allah?
Penjelasan tentang keburukan ini dilanjutkan dengan uraian ulang tentang mereka yang menyembunyikan kebenaran-kebenaran, baik kebenaran Nabi Muhammad, urusan kiblat, haji dan umroh maupun menyembunyikan atau akan menyembunyikan tuntunan Allah menyangkut makanan. Orang-orang Yahudi misalnya, menghalalkan hasil suap orang-orang Nasrani membenarkan sedikit minuman keras, kendati dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit dari mereka yang meminumnya dengan banyak.[6]

4.    Analisis Ayat
Pelarangan tentang akan sesuatu yang tidak baik ini bukan karena Allah agar mereka mengalami kesulitan dan kesempitan dalam mencari rizki, karena Allah sendirilah yang melimpahkan rizki kepada mereka. Allah menginginkan mareaka agar sebagai hamba bisa mensyukuri apa-apa yang berasal dari Allah dan agar mereka betul-betul beribadah semata-mata karena Allah  tanpa ada penyekutuan. Allah juga menjelaskan tentang apa-apa yang diharamkan dari makanan yaitu bangkai, darah, darah babi, dan binatang yang ketika disembelih disebut suatu nama selain Allah.

5.    Kandungan Hukum
·      Allah memerintahkan manusia untuk memakan makanan yang halal lagi baik
·      Allah mengharamkan  bangkai, darah, daging babi.
·       Di haramkan pula memakan binatang sembelihan yang ketika disembelihnya disebut bagi selain Allah.
·      Jika seseorang berada dalam suatu keadaan yang sulit tak ada bahan makan halal sama sekali, makan allah memperbolehkan memakan binatang yang sebenarnya di haramkan, walaupun orang tersebut sebetulnya tidak menghendaki untuk memakan nya,dan untuk bertahan hidup jalan satu satu nya dia harus memakan makanan yang haram itu, Allah memberi keringanan bagi orang dalam keadaan sulit


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Makanan halal adalah makanan yang tidak dilarang oleh agama, tetapi makanan halal belum tentu baik. Makanan baik adalah makanan yang dianjurkan oleh ilmu kesehatan. Sedangkan makanan haram yaitu makanan yang dilarang oleh syara’ yang berakibat terhalangnya doa kita dan juga dapat menggelapkan hati kita untuk cenderung kepada hal-hal yang tidak baik, bahkan dapat mencampakkan diri ke dalam neraka.


DAFTAR PUSTAKA

Alquran dan Terjemahnya
Haqiqi, Ismail Al-Buruswi. Terjemah Tafsir Ruhul Bayan Juz 2. Bandung: CV Diponegoro. 1995.
Jalaluddin, Imam al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuti. Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar Bara Algesindo. 1995
M, Kadar Yusuf.  Tafsir Ayat Ahkam. Jakarta: Sinar Grafika Offset. 2011.


[1] Alquran dan Terjemahnya: 2, 173
[2] Kadar M. Yusuf,  Tafsir Ayat Ahkam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2011, hlm.144
[3] Ismail Haqiqi Al-Buruswi, Terjemah Tafsir Ruhul Bayan Juz 2, Bandung: CV Diponegoro, 1995, hlm.134
[4] Ibid, hlm.132
[5] Ibid, hlm.137
[6] Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuti, Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Bara Algesindo, 1995, hlm.87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAFSIR LUGHAWY

TAFSIR LUGHAWY Oleh: KM. Abdul Gaffar, S.Th.I BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Al-Qur’an al-karim merupakan hidangan ila...