MAKANAN DAN MINUMAN
Makalah
Disusun
untuk memenuhi tugas
Mata
Kuliah : Tafsir (Ahkam)
Dosen
Pengampu : Abdul Karim, SS., M.Ag
Disusun
oleh :
1. Fatihatun
Nadhifah 1530110014
2. Chanifatur
Rofiah 1530110022
3. Dina
Murdiani 1530110027
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN ILMU QUR’AN
TAFSIR
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makanan atau tha’am dalam bahasa Al Quran
adalah segala sesuatu yang dimakan atau dicicipi. karena itu “minuman” pun
termasuk dalam pengertian tha’am. Kata tha’am dalam berbagai bentuknya dan
terulang dalam Al Quran sebanyak 48 kali yang antara lain berbicara tentang
ibadah aspek berkaitan tentang makanan perhatian Al Quran terhadap makan
sedemikian besar, sampai-sampai menurut pakar tafsir Ibrahim bin Umar
al-Biqa’i, “ Telah menjadi kebiasaan Alloh
dalam Al Quran bahwa Dia menyebut diri-Nya sebagai Yang Maha Esa, serta
membuktikan hal tersebut melalui uraian tentang ciptaan-Nya, kemudian
memerintahkan untuk makan (atau menyebut makanan)”.
Tak dapat di sangkal bahwa makanan
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan kesehatan jasmani
manusia.persoalan yang akan di ketengahkan di sini adalah pengaruh terhadap
jiwa manusia. Seorang ulama besar bernama Al Harali berpendapat bahwa jenis
makanan dan minuman dapat mempengaruhi jiwa dan sifat sifat mental
pemakannya,selain itu ulama ini juga menyimpulkan pendapatnya tersebut dengan
menganilis kata rijs yang di sebutkan al quran sebagai alasan untuk
mengharamkan makanan tertentu, seperti keharaman minuman keras, bangkai, darah,
dan daging babi.
Jika demikian terlihat bahwa makanan
memiliki pengaruh yang besar bukan saja terhadap jasmani manusia tetapi juga
jiwa dan perasaan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
saja ayat Al Quran yang berkaitan dengan makanan dan minuman?
2.
Bagaimana
makna mufrodat yang berada dalam Al Quran yang berkaitan dengan makanan dan
minuman?
3.
Bagaimana
makna global ayat Al Quran yang berkaitan dengan makanan dan minuman?
4.
Bagaimana
asbabun nuzul Al Quran yang berkaitan dengan ayat tersebut?
Bagaiman
kandungan hukum dalam ayat tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
Seperti yang disinggung di atas, teramat banyak
untuk disebutkan satu persatu ayat yang bertalian dengan halal, haram dan
syubhat namun yang akan dibahas dalam makalah ini terbatas pada beberapa ayat
saja, yaitu:
A.
Al-Baqarah (2) ayat 172-173
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا
رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (۱٧۲) إِنَّمَا
حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا
أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا
إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (۱٧۳)
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman makanlah dari rizki-rizki yang baik yang diberikan
kepada kalian dan bersyukurlah kepada Allah jika memang benar-benar hanya
kepada-Nya kalian beribadah. Hanya saja Allah mengharamkan kepada kalian
bangkai darah, daging babi, dan sembelihan yang ketika disembelihnya disebut
bagi selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa padahal dia tidak
menginginkannya dan tidak melampaui batas, tidak menjadi dosa baginya.
Sesungguhnya Allah maha mengampuni lagi maha penyayang. (QS. Al-Baqarah/2: 172-173).[1]
1.
Makna Mufrodat
طَيِّبَاتٍ: Kata thayyibat merupakan jamak dari thayyibah. Kata dasarnya
adalah thaba, yang secara harfiah diartikan kepada “baik.” Al-Isfihani
mengatakan, “Pada dasarnya kata thayyiban bermakna sesuatu yang dirasakan lezat
oleh indra dan jiwa”. Akan tetapi makanan yang baik (ath-tha’am ath-thayyib)
menurut syara’ berarti sesuatu yang boleh dimakan, baik dari zat, ukuran,
maupun tempat.[2]
الدَّمَ: (dan darah) yang mengalir. Hati dan limpa dikecualikan oleh
‘urf (adat kebiasaan), maka
keduanaya halal
لَحْمَ: (daging babi) Ijma’ telah menetapkan bahwa babi haram karena ainnya (barang itu
sendiri), maka seluruh bagian-bagiannya pun diharamkan.[3]
2.
Makna Global
Dalam ayat 172 Allah
memerintahkan umat manusia yang beriman untuk memakan makanan yang mengandung dua faidah: pertama supaya manusia
makan berdasarkan perintah bukan tabi’at, sebab
manusia itu berbeda dari binatang. Kedua supaya mereka memperoleh pahala dengan
melaksanakan perintah makan tersebut.[4]
Dalam ayat 173
ditampilkan untuk melarang manusia mengahalalkan apa-apa yang telah diharamkan
Allah. Dahulu mereka menghalalkan perkara-perkara ini, maka mereka berarti
memakan bangkai
dan mereka berkata: “Makanlah daging binatang yang kalian sembelih dan
janganlah kalian makan daging binatang yang disembelih dengan menyebut nama
Allah”. Demikianlah maka mereka memakan darah, daging babi, dan binatang yang
disembelih dengan menyebut nama berhala. Kemudian diterangkan bahwa Allah
mengharamkan yang demikian itu. Yang dimaksut oleh ayat ini adalah hanya
mengharamkan apa-apa yang telah mereka halalkan, bukan secara mutlak.[5]
3.
Asbabun Nuzul
Penjelasan tentang
makanan-makanan yang diharamkan tersebut dikemukakan dalam konteks masayarakat
jahiliyah, baik di Mekkah maupun di Madinah yang memakannya. Mereka misalnya membolehkan memakan binatang yang mati tanpa disembelih dengan
alasan bahwa yang disembelih atau dicabut nyawanya oleh manusia halal, maka
haram yang dicabut sendiri oleh Allah?
Penjelasan tentang
keburukan ini dilanjutkan dengan uraian ulang tentang mereka yang
menyembunyikan kebenaran-kebenaran, baik kebenaran Nabi Muhammad, urusan
kiblat, haji dan umroh maupun menyembunyikan atau akan menyembunyikan tuntunan
Allah menyangkut makanan. Orang-orang Yahudi misalnya, menghalalkan hasil suap
orang-orang Nasrani membenarkan sedikit minuman keras, kendati dalam kehidupan
sehari-hari tidak sedikit dari mereka yang meminumnya dengan banyak.[6]
4.
Analisis Ayat
Pelarangan tentang akan
sesuatu yang tidak baik ini bukan karena Allah agar mereka mengalami kesulitan
dan kesempitan dalam mencari rizki, karena Allah sendirilah yang melimpahkan
rizki kepada mereka. Allah menginginkan mareaka agar sebagai hamba bisa
mensyukuri apa-apa yang berasal dari Allah dan agar mereka betul-betul
beribadah semata-mata karena Allah tanpa
ada penyekutuan. Allah juga menjelaskan tentang apa-apa yang diharamkan dari
makanan yaitu bangkai, darah, darah babi, dan binatang yang ketika disembelih
disebut suatu nama selain Allah.
5.
Kandungan Hukum
·
Allah
memerintahkan manusia untuk memakan makanan yang halal lagi baik
·
Allah mengharamkan bangkai, darah, daging babi.
·
Di haramkan
pula memakan binatang sembelihan yang ketika disembelihnya disebut bagi selain
Allah.
·
Jika seseorang berada dalam suatu keadaan yang
sulit tak ada bahan makan halal sama sekali, makan allah memperbolehkan memakan
binatang yang sebenarnya di haramkan, walaupun orang tersebut sebetulnya tidak
menghendaki untuk memakan nya,dan untuk bertahan hidup jalan satu satu nya dia
harus memakan makanan yang haram itu, Allah memberi keringanan bagi orang dalam
keadaan sulit
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Makanan halal adalah makanan yang tidak dilarang oleh agama, tetapi
makanan halal belum tentu baik. Makanan baik adalah makanan yang dianjurkan
oleh ilmu kesehatan. Sedangkan makanan haram yaitu makanan yang dilarang oleh
syara’ yang berakibat terhalangnya doa kita dan juga dapat menggelapkan hati
kita untuk cenderung kepada hal-hal yang tidak baik, bahkan dapat mencampakkan
diri ke dalam neraka.
DAFTAR PUSTAKA
Alquran dan Terjemahnya
Haqiqi, Ismail Al-Buruswi. Terjemah
Tafsir Ruhul Bayan Juz 2. Bandung: CV Diponegoro. 1995.
Jalaluddin, Imam al-Mahalli dan Imam
Jalaluddin as-Suyuti. Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar Bara Algesindo. 1995
M, Kadar Yusuf. Tafsir Ayat Ahkam. Jakarta: Sinar
Grafika Offset. 2011.
[1]
Alquran dan Terjemahnya: 2, 173
[2]
Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam,
Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2011, hlm.144
[3]
Ismail Haqiqi Al-Buruswi, Terjemah Tafsir Ruhul Bayan Juz 2, Bandung: CV
Diponegoro, 1995, hlm.134
[4]
Ibid, hlm.132
[5]
Ibid, hlm.137
[6]
Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuti, Tafsir Jalalain,
Bandung: Sinar Bara Algesindo, 1995, hlm.87
Tidak ada komentar:
Posting Komentar