QIRA’AT ABU ‘AMRU
AL-BASRI
Makalah
Disusun untuk
memenuhi tugas ujian akhir semester
Mata Kuliah :
Qira’at dan Nagham
Dosen Pengampu : H. Syaiful
Mujab, MSI
Oleh :
Chanifatur Rofiah
1530410022
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN) KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bangsa Arab dahulu mempunyai berbagai
lajnah (dialek) yang beragam antara satu kabilah dan kabilah yang lain, baik
dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya. Akan tetapi dari setiap kabilahnya
ternyata mempunyai kekurangan masing-masing kecuali kabilah Quraisy. Perbedaan
dan keragaman dialek-dialek bangsa Arab menyebabkan al-Quran yang diwahyukan
Allah kepada Nabi Muhammad akan menjadi sempurna kemukjizatannya apabila ia
dapat menampung berbagai dialek dan macam-macam cara membaca al-Quran sehingga
memudahkan mereka untuk membaca, menghafal dan memahaminya.[1]
Qira’at dalam sejarah zaman Nabi ialah
suatu bacaan al-Quran yang bersandarkan dan mengikuti bacaan Nabi yang mana
para sahabat membacanya sesuai dengan yang dianjurkan Nabi. Diantara sahabat
yang masyhur dalam qira’at ialah ‘Ubay, ‘Ali, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, Abu
Musa al-Asy’ari, dan lainnya. Dari merekalah para sahabat lain dan tabi’in dari
segala penjuru belajar membaca al-Quran dan semuanya bersandar sampai dengan
Nabi.[2]
Ibnu Mujahid menentukan tokoh yang
benar-benar menjadi imam qira’at sehingga dipilihlah sampai tujuh bacaan
mutawatir atau disebut al-Qira’at as-Sab’ah al-Mutawatirah. Adapun diantara imam
qira’ah sab’ah yang sudah masyhur dengan kredibilitasnya, konsistennya dan
aturan-aturan cara membaca al-Qurannya ialah Abu ‘Amru Al-Basri yang akan dijelaskan
dalam makalah ini.[3]
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
biografi Abu
‘Amru Al-Basri?
2.
Bagaimana cara membaca al-Qurannya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Abu ‘Amru Al-Basri
Imam Abu ‘Amru al-Basri mempunyai nama
lengkap Abu Amru Zaban bin al-‘Ala’ al-Basri al-Mazani. Ia lahir di Mekkah pada
tahun 68 H pada masa Abdul Malik, lalu rihlah ke Basrah dan wafat di Kufah pada
tahun 154 H pada masa al-Mansur.
Adapun sanadnya ialah dari kalangan
Tabi’in baik dari Iraq dan Hijaz ialah Mujahid dan Sa’id bin Jabir, dari Ibnu
Abbas dan dari Nabi Muhammad. Adapun dua muridnya yang menjadi rawinya ialah:
a.
Ad-Duri
Nama lengkapnya ialah Abu Umar Hafsh bin
Umar al-Duri, ia lahir pada 150 H dan wafat pada tahun 246 H. Ia merupakan
salah satu rawi yang menurut sebagian besar ulama dikatakan sebagai penemu ilmu
qira’at ini dikarenakan dia ialah orang yang pertama menghimpun qira’at dari
tujuh imam, selain itu ia juga mempunyai kitab lain yakni Ahkamu al-Quran,
Fadhailu al-Quran, dan lainnya.
Adapun sanadnya, ia belajar kepada Yahya
bin al-Mubarak al-Yazidi dan dari Abu Amru al-Basri. Sedangkan thariq-nya,
yakni penerus estafet qira’at imam Abu Amru dengan bacaan riwayatnya yang
terkenal ialah Abu Za’ra dan Ibnu Farh.
b.
As-Susi
Adapun nama lengkapnya ialah Abu Syu’aib
Shalih bin Ziyad bin Abdillah bin Ismail as-Susi. Ia meninggal pada tahun 261
H. Sedangkan sanadnya ialah dari Abi Muhammad Yahya bin al-Mubarak al-Yazidi
dari Abu Amru al-Basri. Sedangkan thariq-nya, yakni penerus estafet qira’at
Imam Abu Amru dengan bacaan riwayatnya yang terkenal ialah Ibnu Jarir dan Ibnu
Jumhur.[4]
B.
Cara Membaca
al-Qurannya
Riwayat ad-Duri
1.
Memisah di
antara dua surat
Duri memisah di antara dua surat dengan basmalah. Selain dengan basmalah
ad-Duri juga memisah dengan saktah dan mewashal-kan kedua surat
dengan tanpa basmalah.
2.
Mim jama’
Apabila ada ha’ kasrah dan mim dari setiap mim jama’ yang sesudahnya
berupa sukun yang sebelumnya berupa kasrah atau ya’ sukun, maka ad-Duri membaca
dengan kasrah, seperti عَلَيْهِمِ الذِّلَّة
3.
Panjang dan
pendek bacaannya.
a.
Apabila mad
muttashil maka dibaca 2 alif seperti جَآءَ
b.
Apabila mad
munfashil maka dibaca 1 dan 2 alif, seperti بِمَا أُنْزِلَ
4.
Dua hamzah
berurutan dalam satu kalimat
أَ – أَ seperti: ءَأَنْذَرْتَهُمْ
أَ – إِseperti: أَئِذَا
Maka pada kedua bacaan ini bacaannya ialah tashil hamzah kedua dengan ada
alif yang masuk (sama dengan riwayat Qalun)
أَ – أُ
seperti: أَؤُنْزِلَ
Adapun pada model ini bacaannya ialah dua
versi, yakni:
a.
Tashil hamzah
kedua dengan ada alif yang masuk
b.
Tashil hamzah
kedua dengan tanpa ada alif yang masuk
5.
Dua hamzah
berurutan dalam dua kalimat yang harakatnya sama, maka ada 3 model
أَ
– أَ seperti: جَاءَ أَمْرُنَا
إِ – إِ seperti: هَؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ
أُ – أُ seperti: أَوْلِيَاءُ أُلئِكَ
Maka ketiga model tersebut, masing-masing
gugur hamzah pertamanya.
6.
Dua hamzah
berurutan dalam dua kalimat yang hakikatnya berbeda, maka ada lima model:
أَ – إِ seperti: تَفِيْئَ إِلَى
أَ – أُ seperti: جَاءَ أُمَّةً
Pada kedua
model diatas ini berlaku tashil huruf hamzah kedua.
إِ – أَ seperti: مِنْ خِطْبَةٍ النِّسَاءِ أَوْ
Pada model
ini berlaku ibdal ya’ (mengganti menjadi ya’) pada huruf hamzah kedua.
أُ – أَ seperti: السُّفَهَاءُ أَلاَ
Pada model ini berlaku ibdal waw (mengganti menjadi huruf waw) pada huruf hamzah
kedua.
أُ – إِ seperti: يَشَاءُ إِلَى
Adapun
pada model ini berlaku tashil dan ibdal waw pada huruf hamzah kedua.
7.
Idzhar dan idgham
a.
Apabila ada huruf ذْ bertemu
dengan huruf ت, maka
ad-Duri membaca idgham, seperti: اتَّخَذْتُمْ
b.
Apabila terdapat huruf dal
lafadz قد bertemu
pada huruf ج،
ذ،ز،س،ش،ص،ض،ظ maka ad-Duri membaca idgham seperti: قَدْجَّاءَكًمْ
c.
Apabila terdapat huruf dzalnya إِذْ bertemu pada
huruf ت،ج،د،ز،س،ص maka
ad-Duri membaca idgham, seperti: إِذْتَمْشِيْ
d.
Apabila ada ta’ ta’nits bertemu
dengan huruf ز،س،ص،ظ،ث،ج maka
ad-Duri membaca idgham, seperti: وَجَبَتْ
جُنُوبُهَا
e.
Apabila terdapat huruf lamnya
lafadz هَلْ pada
huruf ت maka ad-Duri membaca idgham, seperti: هَلْ تَرَى
f.
Apabila terdapat ra’ sukun dengan lam maka ad-Duri membaca dengan versi,
yakni idzhar dan idgham, seperti: نَغْفِرْلَكُمْ
g.
Dalam ayat ن
وَالقَلَمِ maka ad-Duri membaca dengan
idzhar.
8.
Fathah dan imalah
a.
Apabila terdapat lafadz yang dzawatil ya’ (alif berbentuk ya’ atau alif
yang aslinya ialah ya’) yang berwazan فَعلى – فِعلى – فُعلى maka ad-Duri membaca taqlil, seperti: مُوسَى
b.
Apabila ada alif yang terletak sebelum ra’ yang berharakat kasrah di
ujung kalimat, maka ad-Duri membaca imalah, seperti: أَبْصَارِهِم
c.
Apabila ada huruf alif yang berbentuk ya’ yang jatuh setelah huruf ra’ di
akhir kalimat (dzawatir ra’), maka ad-Duri membaca imalah seperti: نَصَارَى
d.
Apabila terdapat lafal النَّاسِ yang dibaca jer, maka ad-Duri membaca
imalah, seperti: وَمِنَ
النَّاسِ
e.
Apabila terdapat lafal الكَافِرِيْنَ
– كَافِرَيْنَ maka ad-Duri membaca imalah
f.
Dalam setiap huruf ha’ dan ra’ dalam awal surat yang terdiri dari huruf
hujaiyah (fawatih as-suwar) maka ad-Duri membaca imalah seperti: طه، الر
g.
Dalam setiap huruf ح dalam
awal surat yang terdiri dari huruf hijaiyah (fawatih as-suwar) maka ad-Duri
membaca taqlil, seperti: حم
h.
Pada akhir ayat dalam 11 surat tertentu, ad-Duri membaca seluruh alif
yang aslinya ya’, atau alif yang berbentuk ya’ (dzawatil ya’) dengan taqlil semua
tanpa dibaca fathah. Surat tersebut ialah Thaha, an-Najm, al-Ma’arij,
al-Qiyamah, an-Nazi’at, ‘Abasa, al-A’la, asy-Syams, al-Lail, ad-Dhuha, dan
al-‘Alaq. Adapun khusus dalam lafadz رأى dan dzawatir ra’ maka tetap dibaca imalah.
9.
Ya’ idhafah atau ya’ mutakallim
Dalam membaca ya’ idhafah atau ya’ mutakallim
yang jatuh sebelum hamzah qatha dan sebagian hamzah washal, maka ad-Duri
memebaca sebagian besar bacaannya dengan memberi harakat fathah huruf ya’nya,
seperti: عَهْدِيَ، الظَّالِمِيْنَ
10.
Kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda dengan Hafsh
Adapun di antara sebagian kalimat-kalimat yang
cara bacanya berbeda dengan riwayat Hafsh ialah:
a.
Membaca huruf ha’ dari lafal هُوَ dan هِيَ jika jatuh setelah ثُمَّ،
وَ، فَ dan لَ maka dibaca sukun ha’nya seperti: وَهْوَ، وَهْيَ
b.
Membaca sukunnya huruf sin dalam lafadz رُسُل bila sesudahnya ada dhamir هُمْ، كُمْ، نا dan huruf ba’nya lafadz سُبُلنا
c.
Membaca dengan dua versi, yakni sukunnya ra’ dan ikhtilas (membaca dengan
cepat/ membaca dengan suara sepertiga harakat) dalam lafadz يأمركم – تأمرهم –
يأمرهم dan hamzahnya lafadz بارئكم
d.
Membaca sukunnya huruf nun tanpa tasydid dalam za’nya lafadz يُنْزِلَ yang menurut riwayat Hafsh za’nya memakai
tasydid, seperti lafadz يُنَزِّلَ kecuali dalam surat al-An’am; 37
e.
Membaca sukunnya lafadz مَيْتٌ yang menurut riwayat Hafsh
ya’nya memakai tasydid, seperti lafadz مَيِّتٌ
f.
Membaca dengan harakat tanwin jika washal dalam lafadz ثَمودًا yang menurut riwayat Hafsh tanpa tanwin.
g.
Membaca dalam menyambung sukun dengan sukun (وَصْلُ السَّاكِنَيْن) seperti فَمَنِ
اضْطُرَّ yang semula kasrah, maka
menjadi dhummah فَمَنُ اضْطُرَّ
Riwayat as-Susi
1.
Memisah di
antara dua surat
Susi memisah di antara dua surat dengan basmalah. Selain dengan basmalah
as-Susi juga memisah dengan saktah dan mewashal-kan kedua surat
dengan tanpa basmalah.
2.
Mim jama’
Apabila ada ha’ kasrah dan mim dari setiap mim jama’ yang sesudahnya
berupa sukun yang sebelumnya berupa kasrah atau ya’ sukun, maka as-Susi membaca dengan kasrah, seperti عَلَيْهِمِ الذِّلَّة
3.
Panjang dan
pendek bacaannya.
a.
Apabila mad
muttashil maka dibaca 2 alif seperti جَآءَ
b.
Apabila mad
munfashil maka dibaca 1 dan 2 alif, seperti بِمَا أُنْزِلَ
4.
Dua hamzah
berurutan dalam satu kalimat
أَ – أَ seperti: ءَأَنْذَرْتَهُمْ
أَ – إِseperti: أَئِذَا
Maka pada kedua bacaan ini bacaannya ialah tashil hamzah kedua dengan ada
alif yang masuk (sama dengan riwayat Qalun)
أَ – أُ seperti: أَؤُنْزِلَ
Adapun pada model ini bacaannya ialah dua versi, yakni:
a.
Tashil hamzah
kedua dengan ada alif yang masuk
b.
Tashil hamzah
kedua dengan tanpa ada alif yang masuk
5.
Dua hamzah
berurutan dalam dua kalimat yang harakatnya sama, maka ada 3 model
أَ
– أَ seperti: جَاءَ أَمْرُنَا
إِ – إِ seperti: هَؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ
أُ – أُ seperti: أَوْلِيَاءُ أُلئِكَ
Maka ketiga model tersebut, masing-masing gugur hamzah pertamanya.
6.
Dua hamzah
berurutan dalam dua kalimat yang hakikatnya berbeda, maka ada lima model:
أَ – إِ seperti: تَفِيْئَ إِلَى
أَ – أُ seperti: جَاءَ أُمَّةً
Pada kedua
model diatas ini berlaku tashil huruf hamzah kedua.
إِ – أَ seperti: مِنْ خِطْبَةٍ النِّسَاءِ أَوْ
Pada model
ini berlaku ibdal ya’ (mengganti menjadi ya’) pada huruf hamzah kedua.
أُ – أَ seperti: السُّفَهَاءُ أَلاَ
Pada model ini berlaku ibdal waw (mengganti menjadi huruf waw) pada huruf hamzah
kedua.
أُ – إِ seperti: يَشَاءُ إِلَى
Adapun
pada model ini berlaku tashil dan ibdal waw pada huruf hamzah kedua.
7.
Hamzah mufrad
Hamzah mufrad ialah hamzah yang tidak bebarengan dengan hamzah lain dalam
kalimat itu. Apabila terdapat hamzah berharakat sukun yang terletak yang jatuh
setelah huruf hidup yang sesuai dengan harakatnya, maka hamzah dibaca ibdal
(diganti dengan huruf mad yang sesuai dengan harakat sebelumnya), seperti: يُؤمِنُونَ – يُومِنُون
8.
Idzhar dan idgham
a.
Apabila ada huruf ذْ bertemu
dengan huruf ت, maka as-Susi
membaca idgham, seperti: اتَّخَذْتُمْ
b.
Apabila terdapat huruf dal
lafadz قد bertemu
pada huruf ج،
ذ،ز،س،ش،ص،ض،ظ maka as-Susi membaca idgham seperti: قَدْجَّاءَكًمْ
c.
Apabila terdapat huruf dzalnya إِذْ bertemu
pada huruf ت،ج،د،ز،س،ص maka as-Susi
membaca idgham, seperti: إِذْتَمْشِيْ
d.
Apabila ada ta’ ta’nits bertemu
dengan huruf ز،س،ص،ظ،ث،ج maka
as-Susi membaca idgham, seperti: وَجَبَتْ
جُنُوبُهَا
e.
Apabila terdapat huruf lamnya
lafadz هَلْ pada
huruf ت maka as-Susi membaca idgham, seperti: هَلْ
تَرَى
f.
Apabila terdapat ra’ sukun dengan lam maka as-Susi membaca dengan versi, yakni idzhar dan idgham, seperti: نَغْفِرْلَكُمْ
g.
Selain itu dalam masalah
idgham, as-Susi mempunyai bacaan khas yang namanya idgham kabir, yakni apabila
terdapat dua huruf yang sama dan berdekatan makhraj dan sifatnya (mutamatsilain
dan mutaqaribain) yang pertama hidup dan didahului sukun sebelumnya baik satu
kata maupun dua kata.
Apabila sebelumnya berupa sukun maka cara membacanya
boleh antara 1/ 2/ 3 alif, seperti: الرحمن
الرحيم مَّلِك يوم الدين
Adapun jika tidak berupa sukun, maka cara membacanya
langsung masuk pada huruf kedua, seperti: مناسِككُّم
9.
Fathah dan imalah
a.
Apabila terdapat lafadz yang dzawatil ya’ (alif berbentuk ya’ atau alif
yang aslinya ialah ya’) yang berwazan فَعلى – فِعلى – فُعلى maka as-Susi membaca taqlil, seperti: مُوسَى
b.
Apabila ada alif yang terletak sebelum ra’ yang berharakat kasrah di
ujung kalimat, maka as-Susi membaca imalah, seperti: أَبْصَارِهِم
c.
Apabila ada huruf alif yang berbentuk ya’ yang jatuh setelah huruf ra’ di
akhir kalimat (dzawatir ra’), maka as-Susi membaca imalah seperti: نَصَارَى
d.
Apabila terdapat lafal الكَافِرِيْنَ
– كَافِرَيْنَ maka as-Susi membaca imalah
e.
Dalam setiap huruf ha’ dan ra’ dalam awal surat yang terdiri dari huruf
hujaiyah (fawatih as-suwar) maka as-Susi membaca imalah seperti: طه،
الر
f.
Pada akhir ayat dalam 11 surat tertentu, as-Susi membaca seluruh alif yang aslinya ya’, atau alif yang
berbentuk ya’ (dzawatil ya’) dengan taqlil semua tanpa dibaca fathah. Surat
tersebut ialah Thaha, an-Najm, al-Ma’arij, al-Qiyamah, an-Nazi’at, ‘Abasa,
al-A’la, asy-Syams, al-Lail, ad-Dhuha, dan al-‘Alaq. Adapun khusus dalam lafadz
رأى dan dzawatir ra’ maka tetap dibaca imalah.
10.
Ya’ idhafah atau ya’ mutakallim
Dalam membaca ya’ idhafah atau ya’ mutakallim
yang jatuh sebelum hamzah qatha dan sebagian hamzah washal, maka as-Susi memebaca sebagian besar bacaannya dengan memberi harakat fathah huruf
ya’nya, seperti: عَهْدِيَ، الظَّالِمِيْنَ
11.
Kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda dengan Hafsh
Adapun di antara sebagian kalimat-kalimat yang
cara bacanya berbeda dengan riwayat Hafsh ialah:
a.
Membaca huruf ha’ dari lafal هُوَ dan هِيَ jika jatuh setelah ثُمَّ،
وَ، فَ dan لَ maka dibaca sukun ha’nya seperti: وَهْوَ، وَهْيَ
b.
Membaca sukunnya huruf sin dalam lafadz رُسُل bila sesudahnya ada dhamir هُمْ، كُمْ، نا dan huruf ba’nya lafadz سُبُلنا
c.
Membaca dengan dua versi, yakni sukunnya ra’ dan ikhtilas (membaca dengan
cepat/ membaca dengan suara sepertiga harakat) dalam lafadz يأمركم – تأمرهم –
يأمرهم dan hamzahnya lafadz بارئكم
d.
Membaca sukunnya huruf nun tanpa tasydid dalam za’nya lafadz يُنْزِلَ yang menurut riwayat Hafsh za’nya memakai
tasydid, seperti lafadz يُنَزِّلَ kecuali dalam surat al-An’am; 37
e.
Membaca sukunnya lafadz مَيْتٌ yang menurut riwayat Hafsh
ya’nya memakai tasydid, seperti lafadz مَيِّتٌ
f.
Membaca dengan harakat tanwin jika washal dalam lafadz ثَمودًا yang menurut riwayat Hafsh tanpa tanwin.
g.
Membaca dalam menyambung sukun dengan sukun (وَصْلُ
السَّاكِنَيْن) seperti فَمَنِ اضْطُرَّ yang semula kasrah, maka
menjadi dhummah فَمَنُ اضْطُرَّ.[5]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Imam Abu ‘Amru al-Basri mempunyai dua murid yang dijadikan sebagai rawinya
yaitu ad-Duri dan as-Susi. Cara membaca al-Qurannya dua riwayat Abu ‘Amru
hampir sama hanya saja riwayat as-Susi memiliki ciri khas di dalam pembacaan idgham
yang dinamakan idgham kabir, yakni apabila terdapat dua huruf yang sama dan
berdekatan makhraj dan sifatnya (mutamatsilain dan mutaqaribain) yang pertama
hidup dan didahului sukun sebelumnya baik satu kata maupun dua kata, seperti: الرحمن الرحيم مَّلِك
يوم الدين. Selebihnya cara membacanya sama.
DAFTAR PUSTAKA
Albab, Chasan. Pengantar
Qira’at Tujuh: Pengertian, Sejarah dan Cara Membacanya. 2016. Tanggerang:
FKMTHI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar