Sabtu, 03 Juni 2017

QIRA’AT ABU ‘AMRU AL-BASRI



QIRA’AT ABU ‘AMRU AL-BASRI
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas ujian akhir semester
Mata Kuliah : Qira’at dan Nagham
Dosen Pengampu : H. Syaiful Mujab, MSI



Oleh :
Chanifatur Rofiah
1530410022







SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN) KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN
TAHUN AKADEMIK 2016/2017



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bangsa Arab dahulu mempunyai berbagai lajnah (dialek) yang beragam antara satu kabilah dan kabilah yang lain, baik dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya. Akan tetapi dari setiap kabilahnya ternyata mempunyai kekurangan masing-masing kecuali kabilah Quraisy. Perbedaan dan keragaman dialek-dialek bangsa Arab menyebabkan al-Quran yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad akan menjadi sempurna kemukjizatannya apabila ia dapat menampung berbagai dialek dan macam-macam cara membaca al-Quran sehingga memudahkan mereka untuk membaca, menghafal dan memahaminya.[1]
Qira’at dalam sejarah zaman Nabi ialah suatu bacaan al-Quran yang bersandarkan dan mengikuti bacaan Nabi yang mana para sahabat membacanya sesuai dengan yang dianjurkan Nabi. Diantara sahabat yang masyhur dalam qira’at ialah ‘Ubay, ‘Ali, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ari, dan lainnya. Dari merekalah para sahabat lain dan tabi’in dari segala penjuru belajar membaca al-Quran dan semuanya bersandar sampai dengan Nabi.[2]
Ibnu Mujahid menentukan tokoh yang benar-benar menjadi imam qira’at sehingga dipilihlah sampai tujuh bacaan mutawatir atau disebut al-Qira’at as-Sab’ah al-Mutawatirah. Adapun diantara imam qira’ah sab’ah yang sudah masyhur dengan kredibilitasnya, konsistennya dan aturan-aturan cara membaca al-Qurannya ialah Abu ‘Amru Al-Basri yang akan dijelaskan dalam makalah ini.[3]
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana biografi Abu ‘Amru Al-Basri?
2.      Bagaimana cara membaca al-Qurannya?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Abu ‘Amru Al-Basri
Imam Abu ‘Amru al-Basri mempunyai nama lengkap Abu Amru Zaban bin al-‘Ala’ al-Basri al-Mazani. Ia lahir di Mekkah pada tahun 68 H pada masa Abdul Malik, lalu rihlah ke Basrah dan wafat di Kufah pada tahun 154 H pada masa al-Mansur.
Adapun sanadnya ialah dari kalangan Tabi’in baik dari Iraq dan Hijaz ialah Mujahid dan Sa’id bin Jabir, dari Ibnu Abbas dan dari Nabi Muhammad. Adapun dua muridnya yang menjadi rawinya ialah:
a.    Ad-Duri
Nama lengkapnya ialah Abu Umar Hafsh bin Umar al-Duri, ia lahir pada 150 H dan wafat pada tahun 246 H. Ia merupakan salah satu rawi yang menurut sebagian besar ulama dikatakan sebagai penemu ilmu qira’at ini dikarenakan dia ialah orang yang pertama menghimpun qira’at dari tujuh imam, selain itu ia juga mempunyai kitab lain yakni Ahkamu al-Quran, Fadhailu al-Quran, dan lainnya.
Adapun sanadnya, ia belajar kepada Yahya bin al-Mubarak al-Yazidi dan dari Abu Amru al-Basri. Sedangkan thariq-nya, yakni penerus estafet qira’at imam Abu Amru dengan bacaan riwayatnya yang terkenal ialah Abu Za’ra dan Ibnu Farh.
b.    As-Susi
Adapun nama lengkapnya ialah Abu Syu’aib Shalih bin Ziyad bin Abdillah bin Ismail as-Susi. Ia meninggal pada tahun 261 H. Sedangkan sanadnya ialah dari Abi Muhammad Yahya bin al-Mubarak al-Yazidi dari Abu Amru al-Basri. Sedangkan thariq-nya, yakni penerus estafet qira’at Imam Abu Amru dengan bacaan riwayatnya yang terkenal ialah Ibnu Jarir dan Ibnu Jumhur.[4]

B.     Cara Membaca al-Qurannya
Riwayat ad-Duri
1.    Memisah di antara dua surat
Duri memisah di antara dua surat dengan basmalah. Selain dengan basmalah ad-Duri juga memisah dengan saktah dan mewashal-kan kedua surat dengan tanpa basmalah.
2.    Mim jama’
Apabila ada ha’ kasrah dan mim dari setiap mim jama’ yang sesudahnya berupa sukun yang sebelumnya berupa kasrah atau ya’ sukun, maka ad-Duri membaca dengan kasrah, seperti عَلَيْهِمِ الذِّلَّة
3.    Panjang dan pendek bacaannya.
a.    Apabila mad muttashil maka dibaca 2 alif seperti جَآءَ
b.    Apabila mad munfashil maka dibaca 1 dan 2 alif, seperti بِمَا أُنْزِلَ
4.    Dua hamzah berurutan dalam satu kalimat
 أَ – أَ seperti:  ءَأَنْذَرْتَهُمْ
  أَ – إِseperti:    أَئِذَا
Maka pada kedua bacaan ini bacaannya ialah tashil hamzah kedua dengan ada alif yang masuk (sama dengan riwayat Qalun)
 أَ – أُ  seperti:  أَؤُنْزِلَ
Adapun pada model ini bacaannya ialah dua versi, yakni:
a.    Tashil hamzah kedua dengan ada alif yang masuk
b.    Tashil hamzah kedua dengan tanpa ada alif yang masuk
5.    Dua hamzah berurutan dalam dua kalimat yang harakatnya sama, maka ada 3 model
أَ – أَ seperti: جَاءَ أَمْرُنَا
إِ – إِ seperti: هَؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ
أُ – أُ seperti:  أَوْلِيَاءُ أُلئِكَ
Maka ketiga model tersebut, masing-masing gugur hamzah pertamanya.
6.    Dua hamzah berurutan dalam dua kalimat yang hakikatnya berbeda, maka ada lima model:
أَ – إِ seperti: تَفِيْئَ إِلَى
أَ – أُ seperti: جَاءَ أُمَّةً
Pada kedua model diatas ini berlaku tashil huruf hamzah kedua.
إِ – أَ seperti: مِنْ خِطْبَةٍ النِّسَاءِ أَوْ
Pada model ini berlaku ibdal ya’ (mengganti menjadi ya’) pada huruf hamzah kedua.
أُ – أَ seperti: السُّفَهَاءُ أَلاَ
Pada model ini berlaku ibdal waw (mengganti menjadi huruf waw) pada huruf hamzah kedua.
أُ – إِ seperti: يَشَاءُ إِلَى
Adapun pada model ini berlaku tashil dan ibdal waw pada huruf hamzah kedua.
7.    Idzhar dan idgham
a.    Apabila ada huruf ذْ bertemu dengan huruf ت, maka ad-Duri membaca idgham, seperti: اتَّخَذْتُمْ
b.    Apabila terdapat huruf dal lafadz قد bertemu pada huruf ج، ذ،ز،س،ش،ص،ض،ظ maka ad-Duri membaca idgham seperti: قَدْجَّاءَكًمْ
c.    Apabila terdapat huruf dzalnya إِذْ bertemu pada huruf ت،ج،د،ز،س،ص maka ad-Duri membaca idgham, seperti: إِذْتَمْشِيْ
d.   Apabila ada ta’ ta’nits bertemu dengan huruf ز،س،ص،ظ،ث،ج maka ad-Duri membaca idgham, seperti: وَجَبَتْ جُنُوبُهَا
e.    Apabila terdapat huruf lamnya lafadz هَلْ pada huruf ت maka ad-Duri membaca idgham, seperti: هَلْ تَرَى
f.     Apabila terdapat ra’ sukun dengan lam maka ad-Duri membaca dengan versi, yakni idzhar dan idgham, seperti: نَغْفِرْلَكُمْ
g.    Dalam ayat ن وَالقَلَمِ maka ad-Duri membaca dengan idzhar.
8.    Fathah dan imalah
a.    Apabila terdapat lafadz yang dzawatil ya’ (alif berbentuk ya’ atau alif yang aslinya ialah ya’) yang berwazan فَعلى – فِعلى – فُعلى maka ad-Duri membaca taqlil, seperti: مُوسَى
b.    Apabila ada alif yang terletak sebelum ra’ yang berharakat kasrah di ujung kalimat, maka ad-Duri membaca imalah, seperti: أَبْصَارِهِم
c.    Apabila ada huruf alif yang berbentuk ya’ yang jatuh setelah huruf ra’ di akhir kalimat (dzawatir ra’), maka ad-Duri membaca imalah seperti: نَصَارَى
d.   Apabila terdapat lafal النَّاسِ yang dibaca jer, maka ad-Duri membaca imalah, seperti: وَمِنَ النَّاسِ
e.    Apabila terdapat lafal الكَافِرِيْنَ – كَافِرَيْنَ maka ad-Duri membaca imalah
f.     Dalam setiap huruf ha’ dan ra’ dalam awal surat yang terdiri dari huruf hujaiyah (fawatih as-suwar) maka ad-Duri membaca imalah seperti: طه، الر
g.    Dalam setiap huruf ح dalam awal surat yang terdiri dari huruf hijaiyah (fawatih as-suwar) maka ad-Duri membaca taqlil, seperti: حم
h.    Pada akhir ayat dalam 11 surat tertentu, ad-Duri membaca seluruh alif yang aslinya ya’, atau alif yang berbentuk ya’ (dzawatil ya’) dengan taqlil semua tanpa dibaca fathah. Surat tersebut ialah Thaha, an-Najm, al-Ma’arij, al-Qiyamah, an-Nazi’at, ‘Abasa, al-A’la, asy-Syams, al-Lail, ad-Dhuha, dan al-‘Alaq. Adapun khusus dalam lafadz رأى dan dzawatir ra’ maka tetap dibaca imalah.
9.    Ya’ idhafah atau ya’ mutakallim
Dalam membaca ya’ idhafah atau ya’ mutakallim yang jatuh sebelum hamzah qatha dan sebagian hamzah washal, maka ad-Duri memebaca sebagian besar bacaannya dengan memberi harakat fathah huruf ya’nya, seperti: عَهْدِيَ، الظَّالِمِيْنَ
10.     Kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda dengan Hafsh
Adapun di antara sebagian kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda dengan riwayat Hafsh ialah:
a.    Membaca huruf ha’ dari lafal هُوَ dan هِيَ jika jatuh setelah ثُمَّ، وَ، فَ dan لَ maka dibaca sukun ha’nya seperti: وَهْوَ، وَهْيَ
b.    Membaca sukunnya huruf sin dalam lafadz رُسُل bila sesudahnya ada dhamir هُمْ، كُمْ، نا dan huruf ba’nya lafadz سُبُلنا
c.    Membaca dengan dua versi, yakni sukunnya ra’ dan ikhtilas (membaca dengan cepat/ membaca dengan suara sepertiga harakat) dalam lafadz يأمركم – تأمرهم – يأمرهم dan hamzahnya lafadz بارئكم
d.   Membaca sukunnya huruf nun tanpa tasydid dalam za’nya lafadz يُنْزِلَ yang menurut riwayat Hafsh za’nya memakai tasydid, seperti lafadz يُنَزِّلَ kecuali dalam surat al-An’am; 37
e.    Membaca sukunnya lafadz مَيْتٌ yang menurut riwayat Hafsh ya’nya memakai tasydid, seperti lafadz مَيِّتٌ
f.     Membaca dengan harakat tanwin jika washal dalam lafadz ثَمودًا yang menurut riwayat Hafsh tanpa tanwin.
g.    Membaca dalam menyambung sukun dengan sukun (وَصْلُ السَّاكِنَيْن) seperti فَمَنِ اضْطُرَّ yang semula kasrah, maka menjadi dhummah فَمَنُ اضْطُرَّ
  
Riwayat as-Susi
1.    Memisah di antara dua surat
Susi memisah di antara dua surat dengan basmalah. Selain dengan basmalah as-Susi juga memisah dengan saktah dan mewashal-kan kedua surat dengan tanpa basmalah.
2.    Mim jama’
Apabila ada ha’ kasrah dan mim dari setiap mim jama’ yang sesudahnya berupa sukun yang sebelumnya berupa kasrah atau ya’ sukun, maka as-Susi  membaca dengan kasrah, seperti عَلَيْهِمِ الذِّلَّة
3.    Panjang dan pendek bacaannya.
a.    Apabila mad muttashil maka dibaca 2 alif seperti جَآءَ
b.    Apabila mad munfashil maka dibaca 1 dan 2 alif, seperti بِمَا أُنْزِلَ
4.    Dua hamzah berurutan dalam satu kalimat
 أَ – أَ seperti:  ءَأَنْذَرْتَهُمْ
  أَ – إِseperti:    أَئِذَا
Maka pada kedua bacaan ini bacaannya ialah tashil hamzah kedua dengan ada alif yang masuk (sama dengan riwayat Qalun)
 أَ – أُ  seperti:  أَؤُنْزِلَ
Adapun pada model ini bacaannya ialah dua versi, yakni:
a.    Tashil hamzah kedua dengan ada alif yang masuk
b.    Tashil hamzah kedua dengan tanpa ada alif yang masuk
5.    Dua hamzah berurutan dalam dua kalimat yang harakatnya sama, maka ada 3 model
أَ – أَ seperti: جَاءَ أَمْرُنَا
إِ – إِ seperti: هَؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ
أُ – أُ seperti:  أَوْلِيَاءُ أُلئِكَ
Maka ketiga model tersebut, masing-masing gugur hamzah pertamanya.
6.    Dua hamzah berurutan dalam dua kalimat yang hakikatnya berbeda, maka ada lima model:
أَ – إِ seperti: تَفِيْئَ إِلَى
أَ – أُ seperti: جَاءَ أُمَّةً
Pada kedua model diatas ini berlaku tashil huruf hamzah kedua.
إِ – أَ seperti: مِنْ خِطْبَةٍ النِّسَاءِ أَوْ
Pada model ini berlaku ibdal ya’ (mengganti menjadi ya’) pada huruf hamzah kedua.
أُ – أَ seperti: السُّفَهَاءُ أَلاَ
Pada model ini berlaku ibdal waw (mengganti menjadi huruf waw) pada huruf hamzah kedua.
أُ – إِ seperti: يَشَاءُ إِلَى
Adapun pada model ini berlaku tashil dan ibdal waw pada huruf hamzah kedua.
7.    Hamzah mufrad
Hamzah mufrad ialah hamzah yang tidak bebarengan dengan hamzah lain dalam kalimat itu. Apabila terdapat hamzah berharakat sukun yang terletak yang jatuh setelah huruf hidup yang sesuai dengan harakatnya, maka hamzah dibaca ibdal (diganti dengan huruf mad yang sesuai dengan harakat sebelumnya), seperti: يُؤمِنُونَيُومِنُون
8.    Idzhar dan idgham
a.    Apabila ada huruf ذْ bertemu dengan huruf ت, maka as-Susi membaca idgham, seperti: اتَّخَذْتُمْ
b.    Apabila terdapat huruf dal lafadz قد bertemu pada huruf ج، ذ،ز،س،ش،ص،ض،ظ maka as-Susi membaca idgham seperti: قَدْجَّاءَكًمْ
c.    Apabila terdapat huruf dzalnya إِذْ bertemu pada huruf ت،ج،د،ز،س،ص maka as-Susi membaca idgham, seperti: إِذْتَمْشِيْ
d.   Apabila ada ta’ ta’nits bertemu dengan huruf ز،س،ص،ظ،ث،ج maka as-Susi membaca idgham, seperti: وَجَبَتْ جُنُوبُهَا
e.    Apabila terdapat huruf lamnya lafadz هَلْ pada huruf ت maka as-Susi membaca idgham, seperti: هَلْ تَرَى
f.     Apabila terdapat ra’ sukun dengan lam maka as-Susi membaca dengan versi, yakni idzhar dan idgham, seperti: نَغْفِرْلَكُمْ
g.    Selain itu dalam masalah idgham, as-Susi mempunyai bacaan khas yang namanya idgham kabir, yakni apabila terdapat dua huruf yang sama dan berdekatan makhraj dan sifatnya (mutamatsilain dan mutaqaribain) yang pertama hidup dan didahului sukun sebelumnya baik satu kata maupun dua kata.
Apabila sebelumnya berupa sukun maka cara membacanya boleh antara 1/ 2/ 3 alif, seperti: الرحمن الرحيم مَّلِك يوم الدين
Adapun jika tidak berupa sukun, maka cara membacanya langsung masuk pada huruf kedua, seperti: مناسِككُّم
9.    Fathah dan imalah
a.    Apabila terdapat lafadz yang dzawatil ya’ (alif berbentuk ya’ atau alif yang aslinya ialah ya’) yang berwazan فَعلى – فِعلى – فُعلى maka as-Susi membaca taqlil, seperti: مُوسَى
b.    Apabila ada alif yang terletak sebelum ra’ yang berharakat kasrah di ujung kalimat, maka as-Susi membaca imalah, seperti: أَبْصَارِهِم
c.    Apabila ada huruf alif yang berbentuk ya’ yang jatuh setelah huruf ra’ di akhir kalimat (dzawatir ra’), maka as-Susi membaca imalah seperti: نَصَارَى
d.   Apabila terdapat lafal الكَافِرِيْنَ – كَافِرَيْنَ maka as-Susi membaca imalah
e.    Dalam setiap huruf ha’ dan ra’ dalam awal surat yang terdiri dari huruf hujaiyah (fawatih as-suwar) maka as-Susi membaca imalah seperti: طه، الر
f.     Pada akhir ayat dalam 11 surat tertentu, as-Susi membaca seluruh alif yang aslinya ya’, atau alif yang berbentuk ya’ (dzawatil ya’) dengan taqlil semua tanpa dibaca fathah. Surat tersebut ialah Thaha, an-Najm, al-Ma’arij, al-Qiyamah, an-Nazi’at, ‘Abasa, al-A’la, asy-Syams, al-Lail, ad-Dhuha, dan al-‘Alaq. Adapun khusus dalam lafadz رأى dan dzawatir ra’ maka tetap dibaca imalah.
10.     Ya’ idhafah atau ya’ mutakallim
Dalam membaca ya’ idhafah atau ya’ mutakallim yang jatuh sebelum hamzah qatha dan sebagian hamzah washal, maka as-Susi memebaca sebagian besar bacaannya dengan memberi harakat fathah huruf ya’nya, seperti: عَهْدِيَ، الظَّالِمِيْنَ
11.     Kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda dengan Hafsh
Adapun di antara sebagian kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda dengan riwayat Hafsh ialah:
a.    Membaca huruf ha’ dari lafal هُوَ dan هِيَ jika jatuh setelah ثُمَّ، وَ، فَ dan لَ maka dibaca sukun ha’nya seperti: وَهْوَ، وَهْيَ
b.    Membaca sukunnya huruf sin dalam lafadz رُسُل bila sesudahnya ada dhamir هُمْ، كُمْ، نا dan huruf ba’nya lafadz سُبُلنا
c.    Membaca dengan dua versi, yakni sukunnya ra’ dan ikhtilas (membaca dengan cepat/ membaca dengan suara sepertiga harakat) dalam lafadz يأمركم – تأمرهم – يأمرهم dan hamzahnya lafadz بارئكم
d.   Membaca sukunnya huruf nun tanpa tasydid dalam za’nya lafadz يُنْزِلَ yang menurut riwayat Hafsh za’nya memakai tasydid, seperti lafadz يُنَزِّلَ kecuali dalam surat al-An’am; 37
e.    Membaca sukunnya lafadz مَيْتٌ yang menurut riwayat Hafsh ya’nya memakai tasydid, seperti lafadz مَيِّتٌ
f.     Membaca dengan harakat tanwin jika washal dalam lafadz ثَمودًا yang menurut riwayat Hafsh tanpa tanwin.
g.    Membaca dalam menyambung sukun dengan sukun (وَصْلُ السَّاكِنَيْن) seperti فَمَنِ اضْطُرَّ yang semula kasrah, maka menjadi dhummah فَمَنُ اضْطُرَّ.[5]




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Imam Abu ‘Amru al-Basri mempunyai dua murid yang dijadikan sebagai rawinya yaitu ad-Duri dan as-Susi. Cara membaca al-Qurannya dua riwayat Abu ‘Amru hampir sama hanya saja riwayat as-Susi memiliki ciri khas di dalam pembacaan idgham yang dinamakan idgham kabir, yakni apabila terdapat dua huruf yang sama dan berdekatan makhraj dan sifatnya (mutamatsilain dan mutaqaribain) yang pertama hidup dan didahului sukun sebelumnya baik satu kata maupun dua kata, seperti: الرحمن الرحيم مَّلِك يوم الدين. Selebihnya cara membacanya sama.



DAFTAR PUSTAKA
Albab, Chasan. Pengantar Qira’at Tujuh: Pengertian, Sejarah dan Cara Membacanya. 2016. Tanggerang: FKMTHI.


[1] Chasan Albab, Pengantar Qira’at Tujuh: Pengertian, Sejarah dan Cara Membacanya, 2016, Tanggerang: FKMTHI, hlm: 2-3
[2] Ibid, hlm: 28
[3] Ibid, hlm: 31
[4] Ibid, hlm: 34-35
[5] Ibid, hlm: 85-98

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAFSIR LUGHAWY

TAFSIR LUGHAWY Oleh: KM. Abdul Gaffar, S.Th.I BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Al-Qur’an al-karim merupakan hidangan ila...