Jumat, 26 Mei 2017

Pandangan Quraish Shihab Tentang Kepemimpinan dalam Tafsir Al-Misbah



PANDANGAN QURAISH SHIHAB TENTANG KEPEMIMPINAN
 DALAM TAFSIR AL-MISBAH
 Chanifatur Rofiah
 



A.    Biografi M. Quraish Shihab
Quraish shihab lahir pada tanggal 16 Februari 1944 di Rappang, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Ayahnya bernama Abdurrahman Shihab adalah keluarga keturunan arab yang terpelajar dan menjadi ulama sekaligus guru besar di IAIN Alauddin Ujung Pandang. Sebagai seorang yang berfikiran maju, Abdurrahman percaya bahwa pendidikan merupakan agen perubahan. sejak kecil M. Quraish Shihab telah menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap Al-Quran. Pada umur 6-7 tahun, ia harus mengikuti pengajian Al-Quran yang diadakan ayahnya sendiri. Pada waktu itu, selain menyuruh membaca Al-Quran, ayahnya juga menguraikan secara sepintas tentang kisah-kisah dalam Al-Quran. Disinilah mulai tumbuh benih-benih kecintaan Quraish Shihab kepada Al-Quran.[1]
M. Quraish Shihab menyelesaikan sekolah dasarnya di kota Ujung Pandang. Kemudian ia melanjutkan sekolah menengahnya di kota Malang sambil belajar agama di pesantren Dar al-Hadits al-Fiqhiyah.[2] Pada tahun 1958, ketika berusia 14 tahun ia berangkat ke kairo, Mesir untuk melanjutkan studi, dan diterima di kelas II Tsanawiyah Al-Azhar. Setelah itu ia diterima sebagai mahasiswa di Universitas Al-Azhar dengan mengambil jurusan Tafsir Hadits, Fakultas Ushuluddin hingga menyelesaikan Lc pada tahun 1967. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya pada fakultas dan jurusan yang sama hingga memperoleh gelar master (MA) pada tahun 1969.[3]
Sekembalinya ke Ujung Pandang, Quraish Shihab dipercayakan untuk menjabat wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin Ujung Pandang. Selain itu dia juga diserahi jabatan-jabatan lain, baik di dalam kampus maupun seperti Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Wilayah VII Indonesia Bagian Timur), maupun di luar kampus seperti Pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia Timur.
Pada tahun 1980, M. Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikannya di almamater yang lama, Universitas Al-Azhar. Pada tahun 1982 dengan disertasi berjudul Nazm al-Durar li al-Baqa’i, Tahqiq wa Dirasah, ia berhasil meraih gelar Doktor dalam ilmu-ilmu al-Quran dengan Yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat pertama (Mumtaz ma’a martabat as-syaraf al-‘Ula) di Asia Tenggara yang meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu al-Quran di Universitas Al-Azhar.[4]

B.     Pemikiran Tentang Kepemimpinan
Agar manusia menyelesaikan tugasnya sebagai khalifah, manusia dibekali berbagai keistimewaan dan potensi yang telah tergambar dalam kisah perjalanannya menuju tempat tugasnya. Keistimewaan inilah yang dalam Islam dikenal dengan istilah fitrah. Namun fitrah manusia itu sendiri tidak hanya terbatas pada fitrah keagamaan saja, meskipun kepercayaan akan adanya Yang Maha Kuasa adalah fitri dalam jiwa dan akal manusia dan tidak dapat diganti dengan yang lain. manusia berjalan dengan kakinya adalah fitrah jasadiyah, manusia dapat menarik kesimpulan melalui premis-premis adalah fitrah akliyah. Dan senang apabila mendapat kebahagiaan adalah fitrahnya.[5]
Sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
Malaikat mempunyai kekhawatiran dan dugaan terhadap khalifah yang akan diciptakan Allah SWT ini adalah makhluk yang akan membuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah dalam perselisihan. Dugaan ini berdasarkan pengalaman mereka sebelum terciptanya manusia, dimana ada makhluk yang berlaku demikian, atau bisa juga berdasar asumsi bahwa yang akan ditugaskan menjadi khalifah bukan malaikat, maka pasti makhluk tersebut berbeda dengan mereka yang selalu bertasbih dan menyucikan Allah SWT.[6]
Bagaimanapun pengertian khalifah yang jelas ia dianugerahi wewenang oleh Allah swt. Khususnya Adam dan anak cucunya mengharuskan makhluk yang diserahi  tugas untuk melaksanakan tugasnya sesuai petunjuk Allah swt yang memberinya tugas dan wewenang. Kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya adalah pelanggaran terhadap makna dan tugas kekhalifahan.[7]



DAFTAR PUSTAKA
Gusmian, Islah. Khazanah Tafsir Indonesia. Jakarta: Teraju. 2011.
Quraish, M Shihab. Memahami Al-Quran. Bandung: Mizan. 1994.
Quraish, M Shihab. Tafsir Al-Misbah, Pesan dan Kesan dalam Keserasian Al-Quran Juz ‘amma Vol. 15. Jakarta: Lentera Hati. 2004.
Quraish, M Shihab. Tafsir Al-Misbah Vol I. Jakarta: Lentera Hati. 2002.
Quraish, M Shihab. Wawasan Al-Quran; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan. 1998.
Raziqin, Badiatul dkk. 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia. Yogyakarta: E-Nusantara. 2009.


[1] Badiatul Raziqin dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, Yogyakarta: E-Nusantara, 2009, hlm: 269
[2] M. Quraish Shihab, Memahami Al-Quran, Bandung: Mizan, 1994, hlm: 6
[3] Badiatul Raziqin dkk, 101 Jejak... hlm: 269-270
[4] Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, Jakarta: Teraju, 2011, hlm:81
[5] M Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1998, hlm: 284
[6] M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan dan Kesan dalam Keserasian Al-Quran Juz ‘amma Vol. 15, Jakarta: Lentera Hati, 2004, hlm: 142
[7] M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Vol I, Jakarta: Lentera Hati, 2002, hlm: 173

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAFSIR LUGHAWY

TAFSIR LUGHAWY Oleh: KM. Abdul Gaffar, S.Th.I BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Al-Qur’an al-karim merupakan hidangan ila...